Sunday, June 28, 2015

Anggaran berbasis kinerja


hay guys kalian pasti bertanya-tanya Apa Itu Anggaran Berbasis Kinerja ? mari kta bahas dibawah ini guys
Saat ini Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sedang mempersiapkan penyusunan APBD Tahun Anggaran 2014. Dalam rangka penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran, tulisan ini mungkin sekedar memberi ulasan mengenai Apa itu Anggaran Berbasis Kinerja? Karena terkadang pada saat proses perencanaan dan penganggaran program, prinsip-prinsip penganggaran berbasis kinerja sering terlupakan untuk dijadikan pedoman pada penyusunan RKA.
Berikut adalah hasil kompilasi dari berbagai sumber di internet. Semoga dapat bermanfaat bagi banyak pegawai khususnya yang membidangi Perencanaan dan Penganggaran.
Apa itu Anggaran Berbasis Kinerja ? Anggaran Berbasis Kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan.
Manfaat tersebut   dideskripsikan   pada seperangkat tujuan dan sasaran yang dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja.
Anggaran Berbasis Kinerja yang efektif akan mengidentifikasikan keterkaitan antara nilai uang dan hasil, serta dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan tersebut dapat terjadi yang merupakan kunci pengelolaan program secara efektif.
Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan, serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.
Jika terjadi perbedaan  antara  rencana  dan  realisasinya,  dapat  dilakukan  evaluasi sumber-sumber input dan bagaimana keterkaitannya dengan output/outcome untuk menentukan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program.
Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah :
Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya.
Pengumpulan informasi yang sistimatis atas realisasi pencapaian kinerja dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan prestasinya.
Penyediaan informasi secara terus menerus sehingga dapat digunakan dalam manajemen perencanaan, pemrograman, penganggaran dan evaluasi.
Kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, adalah :
Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.
Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.
Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang,waktu dan orang).
Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas
Keinginan yang kuat untuk berhasil.
Prinsip-prinsip penganggaran berbasis kinerja adalah:
1. Transparansi dan akuntabilitas anggaran
Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.
2. Disiplin anggaran
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum/tidak tersedia anggarannya. Dengan kata lain, bahwa penggunaan setiap pos anggaran harus sesuai dengan kegiatan/proyek yang diusulkan.
3. Keadilan anggaran
Pemerintah pusat/daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil tanpa diskriminasi agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat dalam pemberian pelayanan.
4. Efisiensi dan efektifitas anggaran
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal.
5. Disusun dengan pendekatan kinerja
Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi kerja yang terkait.
Sistem anggaran tradisional (Traditional budgeting system) adalah suatu cara menyusun anggaran yang tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penyusunannya lebih didasarkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran.
Dalam sistem ini, perhatian lebih banyak ditekankan pada pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran secara akuntansi yang meliputi pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran dan penyusunan pembukuannya. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas obyek-obyek pengeluaran, sedangkan distribusi anggaran didasarkan atas jatah tiap-tiap departemen/lembaga. Dasar pemikirannya adalah setiap pengeluaran negara harus didasarkan pada perhitungan dan penelitian yang ketat agar tidak terjadi pemborosan dan penyimpangan atas dana yang terbatas.
Adapun ciri-ciri dari sistem anggaran tradisional:
Cara penyusunan anggaran berdasarkan pendekatan incrementalism, yakni:
Penekanan & tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan pertanggungjawaban yg terpusat.
Bersifat incrementalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yg sudah ada sblmnya dg data tahun sblmnya sebagai dasar menyesuaikan besarnya penambahan/pengurangan tanpa kajian yg mendalam/kebutuhan yg wajar.
Masalah utama anggaran tradisional adalah tdk memperhatikan konsep value for money (ekonomi, efisiensi dan efektivitas).
Kinerja dinilai berdasarkan habis tidaknya anggaran yg diajukan, bukan pada pertimbangan output yang dihasilkan dari aktivitas yg dilakukan dibandingkan dengan target kinerja yang dikehendaki (outcome).
Cenderung menerima konsep harga pokok pelayanan historis (historic cost of service) tanpa memperhatikan pertanyaan sbb:
1)     Apakah pelayanan tertentu yg dibiayai dengan pengeluaran pemerintah masih dibutuhkan atau masih menjadi prioritas?
2)     Apakah pelayanan yg diberikan telah terdistribusi secara adil & merata di antara kelompok masyarakat?
3)     Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?
4)     Apakah pelayanan yg diberikan mempengaruhi pola kebutuhan publik?
Akibat konsep historic cost of service adalah suatu item, program atau kegiatan muncul lagi dlm anggaran tahun berikut meski sudah  tak dibutuhkan.  Perubahan menyangkut jumlah rupiah yg disesuaikan dg tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.
Struktur dan susunan anggaran yg bersifat line-item,yakni:
Struktur anggaran bersifat line-item didasarkan atas sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran.
Tak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yg sebenarnya sudah tidak relevan lagi
Penilaian kinerja tidak akurat, karena tolok ukur yg digunakan hanya pada ketaatan dalam menggunakan dana yg diusulkan.
Dilandasi alasan orientasi sistem anggaran yg dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran, bukan tujuan yg ingin dicapai dengan pengeluaran yg dilakukan.
Anggaran tradisional tidak rnampu mengungkapkan besarnya dana dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan gagal memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan.
Sehingga tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
Cenderung sentralistis
Bersifat spesifikasi;
Tahunan; dan
Menggunakan prinsip anggaran bruto

1.    Keunggulan Anggaran Tradisional
Sederhana dan mudah dioperasikan karena tidak memerlukan analisis yang rumit.
Backward oriented dapat menjamin kepastian dibandingkan dengan forward oriented karena keadaan di masa depan sulit untuk diprediksi.
Lebih mudah dalam melakukan pengawasan.
2.    Kelemahan Anggaran Tradisional
Hubungan yg tak rnemadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka panjang.
Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tak pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
Lebih berorientasi pada input daripada output, sehingga tidak dapat sebagai alat utk membuat kebijakan dan pilihan sumber daya, atau memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dlm bentuk apakah  dana telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.
Sekat antar departemen yg kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai dan berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, & persaingan antar departemen
Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tsb tak terlalu pendek, terutama utk proyek modal & mendorong praktik yg tak sehat (KKN).
Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yg tak memadai  menambah lemahnya perencanaan anggaran sehingga  muncul budget padding atau budgetary slack.
Persetujuan anggaran yg terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian utk pengeluaran yg sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran & manipulasi anggaran.
Aliran informasi (sistem informasi finansial) yg tak memadai yg menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.

Permasalahan Utama Anggaran Tradisional adalah terkait dengan :
Tidak adanya perhatian terhadap konsep Value For Money (VFM).Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional. Oleh sebab itu, dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini, seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan.
Jika dilihat secara mendalam sebenarnya konsep Value for Money bukan sesuatu yang baru, bahkan Value for Money merupakan salah satu prinsip penting dari anggaran kinerja dan good governance.

Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi: pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Efisiensi: pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standard kinerja atau target yang telah ditetapkan. Efektivitas: tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output.
Ketiga hal tersebut merupakan elemen pokok value for money, namun beberapa sumber berpendapat bahwa ke tiga elemen saja belum cukup .Perlu ditambah dua elemen lain yaitu : Equity: kesempatan sosial yang sama untuk memperoleh pelayanan publik. Equality: pemerataan/kesetaraan penggunaan dana publik dilakukan secara merata.

No comments:

Post a Comment

Comments system

Disqus Shortname